Thursday, June 11, 2015

Sayap yang patah ~ a story


Ketika dirimu ada, segalanya kau buat pengecualian walau banyak rintangan menghalangi.

Hampir tidak pernah aku tahu apa yang sudah kau alami dalam hidup ini.
Yang aku tahu diminuendo selalu memberikan keinginan dan kebaikan itu.
Namun aku tidak tahu bagaimana caranya kau menyayangi kami.
Betapa aku selalu diam disaat amarah muncul,
Disaat segala perbuatanku tidak sesuai dengan harapanmu.
Dan kita tahu bahwa banyak perbedaan yang tampak sehingga aku menjadi anak yang durhaka.
Mungkin aku tidak memahami caramu menyampaikan kelembutan dan kasih sayang mu itu.


Dan kini aku berada di depan pusara mu berharap melihat semua keberhasilan ini dan aku pun ingin berterimakasih kepada mereka yang dahulu pernah membantu dan mengenal mu selama hidup.

Pagi ini saya sudah berkemas-kemas untuk pergi beberapa hari ke sebuah kota kecil dimana dulu saya lahir. Saya mempunyai rencana dan ingin mengenal lebih jauh dengan orang-orang yang dahulu bersama dan mengetahui kehidupan keluarga kami.

Tibalah saya berada dikota kecil ini, kembali ke kota kelahiran rasanya seperti menebus dosa-dosa. Banyak kenangan buruk dan keadaan yang membuat ingatan saya bimbang dan menyakitkan. Akhirnya tibalah saya di sebuah rumah lama yang terbengkalai. Saya pun seolah kembali kepada masa itu dimana saya pernah bermain di halaman depan bersama teman-teman. 

Rasanya saat itu semuanya serba menyenangkan sekaligus penuh tekanan hidup. Kemudian aku berjalan mencari tempat penginapan.

Pagi yang tenang dan sunyi menyambut aku dari tempat tidur. Hari saya berencana menemui beberapa orang yang penting dalam hidup saya. 

Setelah sarapan pagi, saya bergegas ke sebuah tempat yaitu rumah sakit dimana dulu saya dilahirkan. Sebuah Rumah Sakit yang kian uzur dan sebahagian hasil dari renovasi. Setelah saya bertanya kepada petugas untuk mengetahui seorang dokter yang mungkin masih ada atau jika masih hidup dimana alamat rumahnya. 

Setelah berjalan selama 15 menit akhirnya saya tiba di sebuah rumah dokter tersebut. Seorang Wanita tua menyambut saya dari balik pintu tua rumah tersebut.

Saya pun memperkenalkan diri dan bercerita ke masa lalu dan berharap masih bisa bertemu dengan dokter tersebut. Ternyata Beliau sedang duduk di halaman belakang dengan tongkatnya. Saya pun menghampirinya dan kami bertiga berbicara sambil di suguhkan secangkir teh hangat dan kue manis. Beliau ternyata masih ingat dengan keluarga kami terutama kepada Almarhum Ayah saya. Beliau sedang sakit saat ini, tampak dari raut wajah dan keadaan badannya. Namun semangat brrbicara dan cara berpikirnya sebagai seorang Dokter masih tampak jelas. Pembicaraan ke masa lalu membuatnya seolah kembali muda, sangat antusias seperti seorang pejuang di masa perang dahulu. 

Saya melihat istrinya begitu sabar dan ramah. Dipegangnya tangan suaminya sambil tersenyum, terkadang dia membantu mengingatkan kata-kata yang lupa diucapkan. Mereka hanya mempunyai satu anak perempuan yang sudah lama menikah dan tinggal jauh di luar kota. Seorang dokter yang sudah puluhan tahun mengabdi kepada mssyarakat dan mempunyai seorang istri yang baik dan setia lalu hidup sederhana dan menikmati semua pemberian itu dengan ikhlas. 

Pembicaraan kami kian akrab sampai pada saat saya bertanya tentang kelahiran itu. Dan sebenarnya saya berusaha berkata bohong untuk bisa mendapatkan cerita yang sebenarnya tanpa membuat Beliau merasa terbebani dengan pertanyaan saya itu. Sejenak Beliau terdiam dan ikut bela sungkawa bahwa kedua orang tua saya sudah tidak ada. Kemudian Beliau pun tersenyum lembut sambil memandang ke arah istrinya. Tampak ada keyakinan untuk Beliau sampaikan kepada saya saat itu. 

"Betul bahwa orang tuamu mempunyai dua anak perempuan saat itu". 

Ucapan Beliau langsung membuat saya terhentak, tetapi saya berusaha tenang.

Dan Beliau pun mengatakan,

"Kedua saudaramu dimana sekarang?".

Saya pun seolah sudah mengetahui cerita dari masa lalu itu dan saat ini saya katakan kepada Beliau hanya untuk bertemu dengan mereka yang sudah dianggap sebagai keluarga kami. Sebelum pamit pulang saya berharap mereka mau menerima pemberian dari saya berupa satu lembar cek tunai sebagai rasa terimakasih. Beliau pun begitu berterimakasih dan sempat meneteskan air mata nya bahwa saya masih ingat dan mau datang menemui mereka. Saya pun sangat bahagia masih diberikan waktu dan kesempatan bertemu dengan mereka. Betapa saya merasakan hidup ini sangat bermanfaat dan berharga dengan sanggup memberikan sesuatu dan mereka merasakan juga kebahagiaan yang menurut saya tidak ternilai dengan apapun.

Kemudian saya kembali ke penginapan dan besok pagi saya ingin berjumpa dengan seorang Wanita yang dulu pernah bekerja di keluarga kami.

Rumah sederhana tampak indah dan bersih, saya mengetuk pintu dan beberapa saat muncullah seorang Pria muda polos. Setelah masuk saya pun disutuh duduk. Seorang Wanita menghampiri saya dan menanyakan keperluan saya datang kemari. Akhirnya keluarlah seorang Wanita tua dan dengan wajah heran melihat saya. Saat itu juga air matanya membasahi wajah keriputnya dan langsung saya peluk Beliau. Tidak heran jika Beliau masih ingat saya, sebab belasan tahun saya bersama Beliau kemana-mana. Saya masih ingat wajahnya dahulu hingga sast ini. Beliau sudah seperti keluarga dan tinggal bersama keluarga saya bahkan sebelum saya lahir. Usianya sudah tua sekali, jadi ada beberapa masalah kesehatan namun penglihatan dan pendengarannya masih baik. Cerita demi cerita kami lalui, betapa saya pun tidak begitu tahu seluruh cerita keluarga saya. Beliau pun mengatakan bahwa seharusnya kakak saya yang  perempuan yang cantik saat itu ada saat ini, namun keadaan kesehatannya tidak beruntung setelah lima bulan dilahirkan. Menurut Beliau orang tua saya akhirnya memutuskan untuk tidak mempunyai adik buat kakaknya disebabkan Ibu saya masih trauma dan juga pekerjaan Bapak saya akan berpindah-pindah nantinya, namun setelah beberapa waktu menurut Beliau,  Ayah saya mengatakan bagaimana jika mengadopsi seorang anak laki-laki. Beliau akhirnya mau bercerita semua itu yang tadinya tidak ingin masa lalu itu terkuak namun saya katakan bahwa jika tidak diselesaikan saya hanyalah sebuah bangkai hidup dan hidup saya akan selalu sia-sia. Beliau sebetulnya sangat sayang dari dulu kepada saya lebih besar daripada kakaknya itu karena Beliau tahu ceritanya. Saat itu Ayah saya mengatakan bahwa ada saudaranya yang tidak mampu dan mempunyai seorang anak laki-laki dan masih kecil dan saat itu selalu diurus oleh orang tua Bapak saya. 

Cerita demi cerita membuat saya semakin mengerti kenapa dari semenjak saya kecil sangat berbeda dan ketika saya mengerti artinya hidup saya merasakan sebuah kehilangan yang tidak pernah pergi. Pikiran saya selalu ingin mencari titik akhir dari apa, siapa dan bagaimana. Saya seorang Pria normal layaknya mereka, namun di dalam diri saya sudah lama kehilangan seseorang. Saya selalu mengatakan bahwa semua yang ada bukanlah bagian dari mereka. Tidak ada cara selain diam dan diam apapun yang mereka lakukan terhadap saya. Saya tidak punya pahlawan dan contoh hidup untuk bisa saya tiru suatu saat. Yang ada hanya pertengkaran dan kemarahan dari kedua orang tua saya. Yang ada hanya kebencian dari saudara saya. Saya seorang Manusia yang sudah mati hatinya sejak dulu. Saya tidak tahu berasal dari mana. Yang menyelamatkan hidup saya mungkin sebuah doa dari seseorang dan keberuntungan. Mungkin juga jika seseorang teraniaya dan sabar menerima maka suatu waktu akan menerima kebaikan dari Tuhan. 

Setelah berbincang penuh makna saya disuruh Beliau untuk menginap saja dirumahnya. Dan keesokan harinya saya meninggalkan selembar cek tunai untuk beliau pergunakan mrmperbaiki rumah, membeli obat dan lain sebagainya.

Betapa sebuah perjalanan yang sangat berharga. Saya sangat bersyukur masih diberikan kesempatan bertemu mereka dan misi saya hampir selesai.


Hari ini saya pun datang kepada seorang bekas pegawai Ayah saya. Seorang supir pribadi yang sejak dulu bersama keluarga kami puluhan tahun lamanya. Sampailah saya didepan rumahnya yang sederhana masuk ke dalam. Ternyata Beliau sudah meninggal dua bulan lalu karena sakit. Istrinya saat itu pun sedang sakit terbaring di kasur. Saya hampiri Beliau dan memegang tangannya lalu saya ceritakan siapa saya ini. Istrinya memang tidak begitu mengenal saya, namun dia sangat mengenal kedua orang tua saya. Sampai akhirnya saya pun memberikan Beliau selembar cek tunai untuk berobat dan saya katakan kepada anak perempuannya untuk segera dibawa ke rumah sakit terbaik di kots ini dan biayanya akan saya tanggung semuanya.

"Dan saya pun tidak ingin terus mencari akhir dari cerita itu karena saya tahu bahwa hal itu akan berakhir seperti apa". 

Saya merasakan betapa hidup ini bermanfaat saat ini. Tuhan sudah memberikan rejeki yang baik dan tanggung jawab itu harus dipergunakan dengan benar. Namun hal itu bukanlah salah satu intinya yang sanggup membuat saya terlepas dari belenggu kesengsaraan bathin. Ada satu kekuatan yang dasyat keluar saat saya bisa membagi kebahagiaan melalui cara-cara tersebut dan saya pun datang kepada orang-orang yang tepat. Setiap masa lalu selalu ada seseorang yang berada dibelakang kita dan mereka begitu saja terlupakan. Kebaikan yang mereka tanam selalu terbalaskan dengan cara dan waktunya sendiri. Saya yakin bahwa saya harus bertemu mereka dan memberikan kabar baik dan inilah saatnya sudah ditentukan. Saya tidak bisa dan sudah terlambat untuk membalas semua kebaikan untuk kedua orang tua saya selain sebuah doa-doa, namun ada celah dan cara bagaimana agar kedua orang tua saya tahu dan merasakan keberhasilan ini. Saya tidak berpikir ini sudah terlambat namun kebaikan saya akan berlanjut kepada kedua orang tua saya yang sudah tiada.

Setidaknya saya mengerti sekarang semua itu bahwa sisanya biarlah rangkaian cerita yang terkubur dalam kedamaian dan keikhlasan. Walaupun saya berharap masih bisa bertemu. Siapapun orang tua saya, saya selalu berdoa untuk mereka hingga akhir nanti dan karena saya pun menuju usia senja dan tidak ada kebahagiaan hidup selain membantu mereka yang di timpa musibah karena itulah tujuan hakiki kita hidup sebagai Pemimpin Dunia dan sebagai seorang Pria. Setiap dari seorang Pria ada cara untuk membantu mereka, tidak hanya berupa materi namun tenaga dan pikiran adalah kekuatan yang diberikan Tuhan untuk saling membantu. Saya tidak pernah seringan dan sebahagia ini walau masa lalu itu pahit namun setelah saya membagi sesuatu dengan mereka, semua apa yang saya miliki tidak ada yang sanggup membahagiakan saya secara nyata, semuanya selalu kurang dan tidak menutupi hasrat saya sebagai Manusia. 

Selama 8 hari bersama mereka dan saya pun kembali kepada keluarga saya. Sepertinya hidup ini harus belajar dari pengalaman langsung yang sederhana dan mereka memberikan sesuatu yang sangat berharga. Seorang Ayah yang tegas, sering marah hingga pernah memukul agar bisa bermain musik dengan baik. Pada akhirnya sebuah kebencian itu hilang setelah saya mengerti dan menjadi seorang Ayah bagi anak-anakku lalu setelah Beliau tiada saya mengerti dan kehilangan semua itu. Seorang Ayah hanyalah Manusia biasa yang mempunyai banyak permasalahan dalam hidupnya namun seorang Ayah akan tetap tegar dan sabar walau pada akhirnya kami lah korbannya. Namun percayalah, kasih sayang seorang Ayah sangat besar dan rela mati demi anak-anaknya walaupun dengan cara yang berbeda-beda 

SELAMAT JALAN AYAH!


https://youtu.be/jorJh8DTMVM

No comments:

Post a Comment