https://youtu.be/fXMvregmU1g
Karbohidrat memiliki peran yang sangat penting dalam kelangsungan hidup manusia. Karbohidrat dalam bentuk gula dan pati melambangkan bagian utama kalori total yang dikonsumsi makhluk hidup. Fruktosa merupakan jenis karbohidrat, yakni: monosakarida dengan 6 atom karbon atau disebut dengan heksosa. Fruktosa juga dikenal sebagai gula buah yang memiliki rasa lebih manis dibandingkan dengan sukrosa (gula tebu). Oleh karena itu, fruktosa sering kali digunakan sebagai bahan pemanis sirup.
High Fructose Corn Syrup (HFCS) adalah kelompok sirup jagung yang telah mengalami proses enzimatik untuk mengkonversi glukosa menjadi fruktosa dan kemudian dicampur dengan sirup jagung murni (100% glukosa). Hal ini ditujukan untuk menghasilkan kemanisan yang diinginkan (Wallinga, 2009). Penggunaan HFCS telah berkembang pada 10 tahun terakhir ini, khususnya di Eropa yang berfungsi sebagai pemanis pengganti gula sukrosa dalam berbagai bahan pangan olahan. Sebagai contoh, di Amerika Serikat, HFCS biasanya digunakan sebagai pengganti gula dalam pembuatan minuman ringan, yoghurt maupun industri roti dan kue.
HFCS pertama kali dikenalkan oleh Richard O. Marshall dan Earl R. Kooi pada tahun 1957. HFCS diproduksi sangat khusus melalui rangkaian proses industri menggunakan beberapa enzim.
HFCS yang paling banyak digunakan adalah HFCS 55 (dengan komposisi sekitar 55% fruktosa dan 45% glukosa) yang kebanyakan digunakan dalam minuman ringan dan HFCS 42 (dengan komposisi sekitar 42% fruktosa dan 58% glukosa) yang kebanyakan digunakan dalam makanan. Sedangkan HFCS 90 (dengan komposisi sekitar 90% fruktosa dan 10% glukosa) digunakan dalam jumlah kecil untuk aplikasi khusus, tetapi terutama digunakan dengan dicampur dengan HFCS 42 untuk membuat HFCS 55. Kemanisan relatif HFCS 55 setara dengan gula sukrosa yang merupakan suatu disakarida yang terdiri dari fruktosa dan glukosa. HFCS 55 umum digunakan oleh pabrik makanan sebagai pengganti sukrosa dalam minuman ringan dan makanan olahan. Sejak diperkenalkan, HFCS telah mulai mengganti gula dalam produk makanan olahan. Alasannya karena HFCS lebih murah dan lebih mudah bercampur karena merupakan cairan (Wikipedia, 2009). Fakta menunjukkan rata-rata orang Eropa mampu mengonsumsi HFCS sebanyak 12 sendok makan per hari. Bahkan, konsumsi HFCS oleh remaja dan pelanggan HFCS lain bisa sampai 80% lebih tinggi dari kadar rata-rata.
Disamping berbagai keuntungan penggunaan HFCS diatas, konsumsi HFCS juga harus diperhatikan dalam takaran yang sesuai. Hal ini untuk menghindari kelebihan asupan pemanis bagi tubuh yang dapat menyebabkan berbagai resiko kesehatan. Konsumsi bahan pangan olahan yang mengandung HFCS harus benar-benar diperhatikan bagi para penderita Fructose Intolerance yang mengalami defisiensi dan penurunan fungsi aldolase B, enzim yang terlibat dalam metabolisme fruktosa dalam tubuh. Kasus Fructose Intolerance ini memang jarang ditemukan, namun Fructose Intolerance tergolong sebagai penyakit yang cukup serius karena mengganggu jalur metabolisme essensial tubuh. Penderita harus melakukan diet free fructose pada bahan makanan yang dikonsumsinya. Akhirnya, sikap selektif dalam memilih bahan pangan yang dikonsumsi dapat menjadi pilihan cara untuk mencegah berbagai dampak resiko kesehatan. Selektif terhadap komposisi, nilai gizi/nutrisi maupun kehalalan bahan pangan merupakan upaya untuk menciptakan kehidupan yang sehat.