Ada istilah Manusia sebatas berusaha dan takdir lah yang menentukan. Tidak semua Manusia bisa beradaptasi dengan pekerjaannya secara total. Ada keuntungan dan kerugiannya antara seseorang yang bekerja di negaranya dan bekerja di luar negeri. Sebagai Manusia yang berumur muda atau produktif, ada pepatah mengatakan carilah ilmu sampai ke negeri China. Usia muda dan single merupakan masa yang tepat untuk mencari sesuatu bisa berupa ilmu dan pekerjaan hingga sejauh mungkin. Tidak ada halangan atau beban selain tanggung jawab atas dirinya. Bagi yang beruntung maka terbentang kesempatan untuk memupuk ilmu ataupun kekayaan. Singkat kata mungkin bekerja di negeri orang lebih baik secara keuangannya. Namun semua keberhasilan itu tergantung dari diri mereka, berakit rakit dahulu, berenang renang kemudian. Dan waktu adalah pembatasnya dimana usia pun mengikutinya. Sebuah manajemen hidup perlu diterapkan. Jika sebuah mimpi itu menjadi kesempatan maka sehabis itu masih ada kelanjutannya yaitu bagaimana mengelola, berinvestasi atau di ujung cerita seseorang bisa menikmati jerih payah selama mendulang rejeki di tanah orang lain. Kapan semua itu harus berakhir, apa prioritas buat seseorang dalam rentang waktu itu yang harus dilakukan dan bagaimana perencanaan setelah sekian waktu tersisa? Bentuk investasi apakah yang sanggup membantu seseorang setelah selesai bekerja?
Semuanya ada dalam pikiran kita dan secarik kertas. Hasrat dan penundaan dari hidup Manusia sebelumnya merupakan sebuah godaan. Kekuatan keuangan yang tiba-tiba diraih seakan berlebihan menjadikannya kelemahan Manusia untuk bisa bertahan. Janganlah kita berpikir bahwa kita akan terus melakukannya sehingga terlena dan menjadi sebuah kebiasaan. Dalsm kesempatan yang terbaik itu, lakukan penghematan yang wajar dan pembelian suatu benda yang pada akhirnya akan menghasilkan uang ketika kita tidak menghasilkan uang. Hidup terus berjalan dan bagi yang beruntung menemukan pasangannya.
Bagi mereka yang pada akhirnya hidup berkeluarga dan masih bekerja jauh dari keluarganya dan mereka merasa bahwa keluarga ini tidak bisa bersama dengan cara apapun lalu muncullah suatu pemikiran dari mereka sebagai berikut:
"Saya terkadang harus menerima semua ini sebagai bagian dari apa yang saya perjuangkan dan inginkan".
"Saya tidak bisa memutuskan kesempatan baik ini dan harus mengulang sesuatu dari awal lagi".
"Saya mungkin tidak menjadi seseorang yang penting dan bahkan terabaikan di dalam keluarga saya".
"Istri saya haruslah berperan menggantikan saya di segala bidang dan saya mendelegasikan hidup ini kepadanya".
"Saya bahkan tidak pernah menggendong anak pertama kami dan berada di dekat istri saya ketika anak kami lahir".
"Saya bahkan lupa bagaimana pohon dibelakang taman tumbuh besar demikian juga anak-anak saya".
"Saya tidak pernah menanyakan bagaimana anak kami hidup tanpa Ayahnya namun saya bisa melihat dan merasakannya".
"Sungguh memilukan ketika tetangga dan teman istriku berkunjung mengatakan bahwa saya tukang kebunnya".
"Terkadang saya kuatir karena kehilangan waktu dan photo keluarga bagaikan salah satu dari kami sudah wafat".
"Buat apa kami harus bersama namun terpisah jarak ribuan kilometer dan apakah saya mengerti dengan perasaan mereka?".
"Jika umur pernikahan kami sudah 20 tahun maka sebenarnya hanya setengahnya saja usianya".
Kemudian,
"Seharusnya saya sudah mempunyai rencana yang matang ketika semua itu dimulai".
"Saya seakan berada dalam titik dimana untuk maju sulit dan mundur sulit".
"Hubungan kami sangat romantis dan aman-aman saja, sebab saya tidak tahu sama sekali kehidupan keluargs saya".
"Dunia dan lingkungan saya selalu asing hingga saya tampak seperti orang dungu".
"Ketika saya tanya mereka terutama istri saya apakah mereka baik-baik saja, tentu istri saya masih terlihat tersenyum".
"Mungkin saya menyalahkan diri saya sendiri karena berpikiran terlalu bebas dan tidak terencana baik".
"Saya sebenarnya sudah kehilangan keluarga saya".
"Saya sudah kehilangan waktu terbaik buat keluarga saya. Kehilangan kesempatan kedua untuk bisa bersama dan merubahnya karena saya terlena dengan uang yang membuat saya malas dan terbiasa".
Mungkin kita harus menerima keadaan yang sarat dengan ketidak normal an hidup. Tetapi bukankah bisa kita hindari dengan perencanaan yang matang dari awal? Jika berbicara hal itu berat tentu benar. Jikalau dalam proses itu ada kesempatan, kenapa tidak? Sebelum semuanya terlambat. Banyak dari kita yang menganggap semuanya baik-baik saja. Mereka ini bukan seperti aktor pemain sinetron, kerja keras dan menghasilkan banyak uang tetapi itu lebih baik karena walau tidur di mobil 2 jam namun mereka masih bisa menghabiskan kebersamaan esok harinya. Rentang waktu itu bukan masalahnya namun durasi yang berlebihan merupakan keputusasaan, frustasi dàn sia-sia belaka.
Intinya adalah pada akhirnya dimana seseorang itu masih produktif pada usia tertentu maka investasi adalah hal terpenting sebagai siasat untuk bisa menikmati hari tua.
Bukankah kita sudah banyak mendengar atau bahkan melihat mereka? Dan yang berhasil itu bagi mereka yang pintar memanfaatkan waktu dan mempunyai perencanaan jangka panjang yang baik.
Bekerja jauh dan di negeri orang itu ibarat candu yang membuat seseorang ketagihan. Dan seperti candu atau narkoba, awalnya penuh kilauan cahaya namun akhirnya bisa merusak hidup bahkan kematian jika tidak ada niat untuk berhenti. Apa yang sudah diberikan maka janganlah berharap lebih daripada itu, ibarat makan terlalu banyak maka kelebihannya akan dimuntahkan kembali.