I was born to be a leader
Masih ingat kan ketika kita masih kecil dulu kalau ditanya apakah cita- cita mu? Biasanya anak- anak selalu menjawab cita- citanya sangat tinggi seperti jadi Presiden, Dokter, Pilot, Pengusaha. Memang demikianlah dunia anak- anak yang harus mempunyai keinginan dan animo besar untuk bisa menjadi orang sukses namun tidak lepas dari nasib seseorang tentunya. Gambaran tersebut bisa saja terwujud namun dengan versi cerita dan pencapaian yang berbeda- beda kalau kita menyebutnya sukses.
Keinginan seseorang untuk mencapai posisi tertinggi tentu harus dibarengi dengan kemampuannya yang dimiliki oleh seseorang tersebut. Misalnya seseorang terpanggil untuk menjadi seorang Presiden memang hal itu wajar- wajar saja, setiap warga negara yang mampu dan sehat pikirannya tentu boleh saja menjadi orang nomor satu di negeri ini. Namun apa yang menjadi pemicu keberanian seseorang untuk bisa berjalan ke kursi Presiden? Apakah semudah itu? Memang benar sekali bahwa Presiden suatu negara tidak jauh beda dengan seorang CEO suatu perusahaan. Mereka mempunyai impian dan keinginan yang sama untuk memajukan semuanya menurut kaca mata masing- masing. Jelas seorang CEO haruslah pintar, banyak ilmunya dan mempunyai strategi khusus demi pencapaian tertinggi buat perusahaannya, seorang CEO tentu berpikir bagaimana caranya mendapatkan sebesar- besarnya dan mengeluarkan sekecil- kecilnya, bagaimana produknya dicintai konsumennya sepanjang masa, bagaimana strateginya mumpuni walaupun pada awalnya harus banyak megeluarkan biaya dulu dan seterusnya. Mereka- mereka ini saya yakin mempunyai jiwa seni yang tinggi. walaupun banyak orang disekelilingnya toh keputusan harus diambil oleh seorang CEO. Pemikiran yang brilian dan terobosan- terobosan unik itulah yang tidak dipunyai oleh setiap orang. Lalu apa bedanya dengan negara? Mungkin sedikit berbeda dalam arti bagaimana cara pengelolaannya. Memang benar banyak pembantu disekelilingnya, banyak ide- ide yang harus dilontarkan. Walaupun demikian tetap saja seorang pemimpin itu harus mempunyai jiwa seni selain manajeman hebatnya. Tanpa jiwa seni apapun tidak menjadi baik dan bermakna, karena setiap celah itu harus diamati seksama dan bijaksana. Seorang pemimpin yang berjiwa seni biasanya ingin jika suatu saat tidak memimpin lagi akan dia berikan sebuah tanda mata atau hasil karyanya selama memimpin kepada bangsanya.
Seorang pemimpin bangsa tidak hanya mengedepankan pemikiran pribadi yang hanya menguntungkan segelintir orang saja, atau ego tinggi yang diungkapkan melalui janji- janji yang sebetulnya tidak tahu kemana arah visi dan misinya, namun dibalik itu ada ruang yang lebih luas dan sangat kompleks. Begitu masuk dalam dunia kepemimpinan bangsa tenyata lain dan penuh hambatan, tidak seperti dalam benak sebelumnya. Bagi pemimpin jiwa dan raga haruslah seimbang dan matang, dibutuhkan kesabaran dan mental yang sangat baik bagi pemimpin. Kalau jaman sekarang mungkin hal- hal bersifat emosional sudah tidak lazim lagi berlaku. Mungkin sistem pendekatan secara tulus lebih trend saat ini.
Jadi bagi seorang pemimpin itu apakah hanya mewujudkan keinginan rakyatnya atau kah memimpin berdasarkan konstitusi dan ide- ide hebat mereka? Semuanya tentu kembali kepada pemikiran yang baik bahwa untuk men-sejahterakan bangsa namun tidak lepas dari peraturan yang berlaku, apalagi sekarang ini sudah era globalisasi artinya banyak teman (negara), banyak untung dan saling membantu. Konsep dan motivasi adalah hal yang dominan dalam kepemimpinan. Kalau tidak ada sama sekali hal itu maka out put-nya menjadi warna abu- abu. Dan bagaimanakah seorang Presiden itu bisa memahami apa yang akan dilakukannya. Bukan hanya bicara masalah banyaknya dukungan dan ketenaran, namun dibalik itu sebagai seorang pemimpin bangsa haruslah benar- benar mengerti apa jabatannya itu, apa tanggung jawab dan kewajibannya. Ada jalur- jalur yang rentan dan sensitif, seorang pemimpin bangsa itu haruslah berhati- hati dan cerdas dalam pengambilan keputusan. Dunia akan melihat dan mendengar semuanya.
Diperlukan suatu pengalaman panjang untuk pencapaian kursi tertinggi tersebut, istilahnya kalau tidak melewati jalur- jalur dari bawah tersebut bisa dikatakan sebagai "karbitan", jadi kalau ibaratnya buah- buahan itu dipaksa untuk matang belum waktunya. Kematangan yang normal adalah kematang yang dilalui oleh jaman, pahit manisnya momen dan waktu. Dalam sebuah perusahaan pun karyawan yang terbaik itu biasanya lahir dari awal bekerja sebagai tukang membersihkan lantai perusahaan tersebut.
Karena tidak semua manusia diberikan oleh Tuhan jiwa dan raga untuk bisa menjadi seorang pemimpin di muka bumi ini. Seorang pemimpin itu bukan diciptakan tetapi dilahirkan.
Dan memang apa yang dikatakan bahwa uang, tahta dan wanita merupakan bagian dari seorang pemimpin. Perlu diingat bahwa pencapaian ke arah itu sepertinya melibatkan ketiga unsur tersebut, namun seperti yang sudah- sudah terjadi ratusan tahun silam hingga saat ini, bahwa kalau ketiga perihal tersebut dilakukan dengan salah jalan maka pada akhirnya petaka dan sengsara yang didapat dan bukan suatu kemajuan suatu bangsa tersebut.
Cita- cita saya waktu kecil itu akhirnya harus dikubur dalam- dalam sebab ternyata tidak semudah itu menjadi orang nomor satu di negara ini dan lagi saya tidak dilahirkan sebagai seorang pemimpin untuk mengurus suatu bangsa yang bermacam- macam ini. Akhirnya saya cuma bisa menjadi seorang pemimpin di lingkungan keluarga saja dan masyarakat.