Sunday, May 3, 2015

Terlambat (cerita pendek)


Sore ini aku mendapatkan pesan singkat,
"Hari ini, besok dan nanti kamu tidak perlu hubungi, kirim pesan atau datang ke rumahku. Tidak usah kamu tanyakan kenapa. Jika memang kamu mencintaiku, pasti akan kamu lakukan".

Seketika aku merasakan sesuatu yang menghujam dada ini. Aku begitu gelisah dengan pesan yang datang dengan tiba-tiba padahal baru kemarin aku bertemu dengannya dan ketika ku pulang dari rumahnya kami pun saling berpelukan dan mengecup bibir ini penuh cinta dan sayang. Dan aku tahu dia sangat bahagia.

Dua hari kemudian aku hubungi dia, tidak sekalipun dia angkat telepon nya. Pesan singkat pun tidak dibalasnya. Aku semakin gelisah dan kuatir. Apa yang sebenarnya sedang dia rencanakan. 

Dan malam itu aku datang menemuinya, sejenak aku termenung karena tampak rumah nya tampak sepi. Pikiranku semakin bertanya-tanya apakah sebenarnya semua kejadian ini? Saat itu perasaanku seperti Dunia ini seolah tiada orang satu pun yang hidup di dalamnya begitu sunyi pada malam itu. Aku begitu sangat kehilangan dia. Aku ingin tahu kenapa dia melakukan semua ini. Apakah dia baik-baik saja? Aku ingin mengatakan kepadanya bahwa dia sangat berharga dalam hidupku. Aku merindukan senyumnya, suaranya dan matanya.

Hari demi hari berlalu hingga tidak terasa sudah 2 bulan aku tidak bisa menemukan dia, seolah hilang dari muka Bumi ini. Apakah aku sedang dalam percobaan nya untuk mengetahui sebesar apa keinginanku untuk bisa menyayangi nya? Ataukah dia sedang berusaha menghindariku? Atau dia sedañg dalam masalah?

Malam ini tidak biasanya aku begitu gelisah terbangun dari tidur dan badanku sampai berkeringat lalu setelah membasuh muka dan  menyalakan TV hingga jam menunjukan pukul 3 pagi. Kegelisahan ini begitu kuat hingga aku ambil telepon dan menghubungi dia. Ternyata tidak nyambung, hingga aku kirim pesan singkat pun tidak masuk juga. Hingga mataku tertutup rapat karena sudah ngantuk berat. 

Hujan sore ini membuatku malas beranjak untuk pulang. Tetapi aku sudah lelah bekerja rasanya ingin cepat kembali dan istirahat di rumah. Saat diperjalanan pulang aku dapat pesan singkat,

"Datanglah secepatnya ke rumahku"

Betapa aku sangat bahagia mendapat berita itu. Aku kembali tersenyum dan bahagia saat itu. Ketika kuperhatikan lebih jelas ternyata  nomor teleponnya bukan dari dia. Langsung aku hubungi dia dan tidak diangkat teleponnya. Bahkan nomor itupun tidak aktif. Kebahagiaanku saat itu membuat lupa dengan situasi saat itu. 
Beberapa hari kebelakang  memang pernah menghubunginya tetapi tidak masuk nada suàra teleponnya, seolah nomor itu sudah tidak dipergunakan lagi.
Segera pada saat itu juga aku datang ke rumahnya. Seseorang membukakan pintu dan Wanita ini pun menyuruh saya masuk.
"Silakan Mas Rio masuk...."
Dia itu ternyata adiknya Widi.
Sungguh adiknya berbicara lembut dan penuh perasaan saat itu seolah bukan karakternya saat itu. Dia menyuguhkan secangkir teh panas dan terus berbicara tentang Widi dan hubungannya denganku. Aku hanya bisa mendengarkan cerita masa kecilnya dengan Widi. Dan aku pikir dia sedang menemani aku sambil menunggu Widi di kamar yang mungkin sedang merapikan dirinya.

"Widi tidak bermaksud untuk meninggalkanmu Mas, dia bilang ingin menguji kesetiaan dan cinta Mas. Widi sempat mengatakan tolong sampaikan maaf karena sudah membuat Mas bingung".

Sebenarnya aku semakin bingung dengan semua pembicaraan ini hingga aku bertanya;

"Widi nya sedang kemana?"

Tampak wajah dan kedua mata adiknya itu menjadi basah sambil berkata;

"Mas Rio apa sudah tahu kalau kakak aku itu mengidap penyakit kanker?"

Jantungku saat itu berdetak kencang dan sekujur badanku tiba-tiba lemas. Perasaanku berubah jadi terharu mendengarnya. Firasatku ini suatu kabar buruk.
Dengan pelan dan sedih kakak nya mengatakan;

"Widi sudah pergi....Mas...Widi .....pergiii"

Aku hanya terdiam kaku dan muka ku pucat saat itu. Jantung ini seperti mau berhenti. Kepalaku panas karena darah ini langsung mengalir seluruhnya ke kepalaku. Aku menjadi pusing dan pandanganku seolah buram. Saat itu juga aku mendekatkan diri ini ke kakak nya dan kupeluk erat dia. Tangisan nya tidak tertahankan begitu juga aku yang sangat terpukul dan aku semakin erat memeluk dia.
"Kenapa tidak ada yang mengabari aku? Kenapa harus sekarang?"

Widi sudah lama menderita penyskit ini walau secara jasmani terlihat sehat. Ketika aku dan Widi berpisah selama belasan tahun itu dia mengalami sakit di bagian pundaknya. Setelah di vonis dokter bahwa dia mengidap kanker. Dan umurnya tidak akan bertahan lama walau sudah menjalani kemo dan 
Ketika aku kembali menemuinya, dia tidak pernah membicarakan hal itu. Dia selalu memperlihatkan kebahagiaan di depanku. 

"Widi cuma ingin agar kamu bisa melanjutkan hidup ini dengan seseorang yang bisa bersamamu sampai tua dan bisa bahagia, karena Widi tahu dia tidak akan bertahan lama lagi".

Aku sendiri pun tidak tahu bagaimana perasaanku saat itu bercampur aduk dan harus bagaimana selanjutnya. Pikiranku menjadi beku. Rasanya hancur dan sangat kehilangan orang yang aku sayang itu.


Hidup terus berjalan, senantiasa dari hari ke hari tidak sama ceritanya. Sudah 3 tahun ini aku tinggal di sebuah kota yang jauh dari tempat dimana kenangan aku dan dia bersemai. Rasanya berat untuk tetap berada dalam kenangan indah di masa lalu itu. Beberapa orang ada yang mengejarnya dan ada yang menyimpan selamanya dalam hidup. Setahun sekali aku selalu datang mengunjungi Widi di persinggahan terakhirnya. Selalu aku ingin agar tempat terakhirnya wangi oleh bunga-bunga.

Jam menunjukan pukul 5 pagi dan aku bangun di pagi ini menyambut hari yang baru walaupun tidur aku masih saja ditemani sebuah guling.
Tidak ada yang sanggup menggantikan seorang Widi dalam hidupku. Walau teman-temanku mengatakan bahwa aku menutup hati ini buat orang lain, aku terlalu egois, namun sebenarnya tidaklah seperti itu. Aku sudah berusaha meninggalkan masa lalu tetapi aku masih kehilangan nya. Semua tidak sama dan perasaanku sulit untuk bisa mengerti lagi dari orang lain. Mungkin Widi sudah ada dalam jiwaku ini sebelum aku lahir ke Dunia. Ketika waktu dan kesempatan tidak berpihak, kita harus berpisah dan ketika waktu dan kesempatan itu tiba ternyata aku dan dia harus dipisahkan selamanya walau masih bisa bertemu namun singkat mungkin jodohku sesingkat itu.  Aku menemukan satu hal yang ada dalam dirinya dan orang lain tidak bisa melihatnya. Cinta kami itu tidak terkalahkan walau pernah dipisahkan oleh waktu dan sulit aku jelaskan bahkan dengan kata-kata sekalipun. Biarlah orang lain mengatakan hal itu omong kosong belaka yang sebenarnya mereka percaya hal itu namun sudah terlambat.
Lebih baik demikian hidup adanya walau harus melewati hari-hari sendiri daripada aku menyakiti dan membohongi cinta dan perasaan kepada seseorang. Aku hanya akan menunggu keajaiban terjadi dan jika itu terjadi artinya dia merelakan setengah cintanya untuk aku berikan kepada seseorang.


**
M.E