Friday, March 20, 2015

Selamat tinggal yang terakhir

Sudah satu minggu ini tidak aku terima kabar darinya. Harap cemas juga perasaan ini. Tetapi saya selalu berpikir positif untuk menjaga pikiran ini tetap logis. Lusa baru saya pergi.

Saya waktu itu pergi tugas ke negara lain. Perusahaan mengharuskan saya ke negara Eropa bagian timur. Saya tinggal disana selama 4 bulan karena tugas saya adalah bekerjasama dan berdiplomasi dengan authority setempat untuk menggali informasi budaya dan masyarakat setempat. Awalnya pekerjaan ini agak sulit karena keterbatasan bahasa yang saya kuasai. Ada beberapa masyarakat yang bisa berbahasa asing.
Pada bulan ke tiga, saya masih disibukan menggali kebiasaan masyarakat setempat yang mana saya banyak berhubungan dengan masyarakat lokal. Hingga akhirnya saya bertemu dengan seorang Wanita yang luar biasa ramahnya. Dia bekerja di sebuah lembaga budaya tepatnya sebuah perpustakaan nasional. Kami bertemu secara alami di suatu pertemuan antar masyarakat setempat. Dia sedang mengadakan pameran buku saat itu. Ketika saya melihat- lihat di tempatnya, karena saya suka cerita novel atau buku ilmiah. Dengan ramah dia tersenyum sambil menawarkan sebuah buku "best seller" dengan bahasa Inggris. Matanya yang teduh terus bertatapan dengan mata saya. Hingga saya terdiam kaku seolah tatapannya menusuk jantung ini. Sampai kita bersamaan mengatakan sesuatu...
"Silakan kamu duluan", kata dia.
Saya tidak pernah melihat seorang Wanita dari Eropa timur seperti dia. Hingga saya pun berkata,
"Hi nama saya Andrew, apa kita pernah bertemu sebelumnya?".
Saya tahu ungkapan itu biasa digunakan untuk membuka percakapan. Namun saya merasa yakin jika pernah bettemu dia. Bahkan dia pun mengatakan,
"Iya, tapi dimana yah?".

Petang ini saya mengajak dia makan malam. Namun bukan untuk makan malam di restoran romantis. Saya akan memasak di tempat saya tinggal.
Seseorang mengetuk pintu lalu saya buka dan malam itu dia sangat cantik dengan baju sederhana berwarna merah, sedikit penutup leher warna hitam sutra dan mantel.
Saya langsung ke dapur untuk menyalakan lilin dan dia menunggu di ruang tamu. Hidangan sudah siap dan saya bawa dia ke meja makan kecil namun antik. Dan malam ini adalah malam yang spesial buat kita berdua. Rasanya dunia ini cuma ada kita berdua. Setiap pembicaraan selalu sama, saya tidak menemukan kendala atau pun perbedaannya. Saya tahu ini hanya sebuah awal saja dan itu normal oleh sebab itu kami berdua menikmatinya.

Hari ke hari berjalan seolah begitu cepat. Cinta memang mengandung unsur kimia dan fisika. Terkadang dia menjemputku atau sebaliknya. Saya pun sudah bertemu dengan orang tuanya. Semua berjalan lancar dan seperti biasanya tanpa hambatan. Bahkan kami sudah merencanakan pernikahan dua minggu lagi. Saya memang lusa harus pulang, tetapi saya akan kembali lagi setelah laporan ssya selesai dengan perusahaan saya.
Sisa hari- hari kami pergunakan dengan begitu indah dan romantis. Hingga hari terakhir dimana saya harus meninggalkannya untuk beberapa waktu.

Pagi ini cuaca begitu indah. Embun masih terlihat di luar jendela dengan hamparan kebun anggur. Tiba- tiba pintu diketuk dan ssya buka. Dia sudah datang untuk mengantar saya ke Bandara yang berjarak sekitar 17km dari kota. Wangi tubuhnya membuat saya semakin tergila-gila. Senyimnya tidak pernah berubah. Saya kadang heran dengan dia, hatinya selalu terlihat senang dan pastinya dia sedang jatuh cinta juga.
Dalam perjalanan ke Bandara, dia terus memeluk saya erat. Tanganku meñgusap rambutnya yang halus. Ada rasa sedih menghadapi perpisahan ini. Saya pun merasakannya namun saya terus mengatakan hal- hal positif dan membuatnya semangat. Akhirnya senyum itu terlihat juga walau ada derai kesedihan yang tidak tertahankan.
Kecupan ini tidak ingin saya lepaskan, ingin radanya menitipkan raga ini padanya walau sejenak saja. Rupanya cinta sudah menggenggam hati mereka masing- masing.

Begitulah terakhir saya bertemu dengannya.

Seperti janji kepadanya, hari ini saya kembali ke sana dengan pesawat malam. Jantung ini bergetar penuh suka. Menjemput suatu impian merupakan hal yang tidak bisa dibandingkan dengan apapun. Perjalanan pesawat ini rasanya lama. Begitulah namanya disebut teori relativitas Albert Einsten berlaku saat ini.

Masih terbayang dari jendela taksi setiap sudut kota ini hingga keluar dari kepadatan kota menuju pinggiran kota yang indah melewati pepohonan dan kebun- kebun yang luas.
Dari jauh saya sudah melihat rumahnya, rasanya mau lari dan langsung memeluknya erat. Banyak cerita dan banyak harapan menanti.

Pintu pun dibuka, keluarlah Ayahnya yang tampak sedih. Kemudian Ibunya mendekati.
" masuklah Nak, duduklah".
Perasaan saya menjadi aneh dan jsntung ini sangat kencang berdebar. Tidak seperti ini harus saya alami, tidak ingin saya mendengar apa kata mereka. Hingga saya panik dan,
" Ada apa? Dimana Katrina?"
Sunyi dan dingin tangan saya. Seolah ruangan ini menekan tubuh ini.
"Maafkan kami, mari kita keluar Nak".
Saya lemas dan bingung, apa yang terjadi. Seburuk- buruknya mungkinkah dia menikah dengan orang lain? Saya pun tidak tahan hingga air mata ini jatuh. Mereka pun membiarkan saya sendiri sejenak. Mereka pergi ke dapur. Namun Ibunya menghampiri saya dan memeluk saya.
"Tidak usah malu, menangislah Nak. Hatimu sudah mengatakan sesuatu, biarlah semuanya keluar".
Saya pun sepertinya sudah mengerti maksudnya.
"Oh Tuhan...kenapa semua ini harus terjadi???"

Kemudian,
Saya masih terduduk disamping pusara Katrina. Tidak bisa saya tahan amarah, tangisan ini, sesal ini, saya menyalahkan semuanya. Saya menyalahkan tempat saya bekerja, orang- orang disekitar saya, menyalahkan orang tuanya yang tidak mengabari, menyalahkan dia yang tidak mengabari, menyalahkan takdir ini, semuanya menjadi salah. Kenapa Tuhan mempertemukan saya dengannya dan Tuhan mengambilnya kembali? Buat apa semua itu dilakukan, buat apa 2 minggu merupakan akhir dari segalanya. Kenapa harus sesingkat itu. Kenapa??? Kenapa???
Rasanya sungguh menyakitkan apa yang sudah terjadi.

Saya pulang setelah seminggu kemudian hanya membawa photonya. Katrina mengalami kecelakaan mendadak ketika pulang bekerja sehari dimana pada hari itu saya cemas dan bertanya kenapa belum ada kabar darinya.

Terkadang kita tidak tahu rahasia hidup yang Tuhan berikan. Semuanya bukan berarti tidak ada maksud. Suatu saat semua akan terjawab dengan sempurna bahwa hidup sudah ada yang mengatur dan kita adalah pemerannya saja.

Selamat malam

No comments:

Post a Comment