Saya dan
seorang sahabat berangkat merintis karir bersama- sama beberapa belas tahun kebelakang.
Kami kebetulan mendapat pekerjaan di satu perusahaan swasta bersama- sama.
Setelah melewati beberapa tahun jabatan demi jabatan kita lalui sampai saya
akhirnya pindah ke perusahaan lain. Tetapi sahabat saya ini masih bertahan
disana. Sampailah pada suatu waktu kita bertemu kembali dan bercerita keadaan
masing- masing.
Sahabat saya ini terbilang sukses
dalam karirnya, kini posisinya memegang jabatan atas sebuah perusahaan namun
sahabat saya ini sedikit berkeluh kesah akan apa yang sudah dia punya.
Singkatnya dia merasa mempunyai masalah finansial selama ini. Saya sedikit
heran kenapa menjadi masalah padahal hidupnya malah semakin lebih dari dari
cukup, maksudnya sudah saya lihat bagaimana banyaknya perubahan dalam hidupnya
secara materi. Dia mengatakan kenapa saya tidak bisa mengatur keuangan lagi
seperti dulu, rasanya dulu sangat mudah dan sederhana.
Dari uraian dan cerita sahabat
saya itu kemudian saya berkesimpulan sepertinya dia memerlukan penasehat
keuangan. Tetapi saya mencoba untuk sedikit memberinya gambaran. Pertanyaan pertama adalah gaya hidup apa yang sudah dia
jalani selama ini. Dan sepertinya memang bisa ditebak bagaimana gaya hidupnya.
Lalu saya mengatakan biarpun seperti sebuah pepatah dan terkandung suatu hukum
ekonomi bahwa semakin besar pendapatan semakin besar pengeluaran, lalu kenapa
tidak kita telusuri awalnya. Bukankah sebuah perusahaan kaliber besar dengan multi billions aset pun menerapkan prinsip "Mengeluarkan sekecil- kecilnya, mendapatkan sebesar- besarnya". Seharusnya sahabat saya itu sudah tahu dan saya pun mengalaminya bekerja di perusahaan itu. Terjadi suatu perubahan yang dirombak secara perlahan- lahan, memang efeknya bisa terasa buat semua karyawannya dari bawah sampai CEO-nya sekalipun. namun itulah sebuah management yang baik untuk menghadang suatu krisis global ataupun local sehingga dimana badai krisis menerpa masih ada kekuatan tersisa dari penyehatan struktur di semua lini itu.
Saya tidak mengatakan harus merubah pola dan gaya
hidup namun harus disesuaikan menurut situasi dan keadaan. Apakah kita bisa untuk
tidak konsumtif, membeli sesuatu yang sebenarnya tidak perlu. Apakah kita harus
membeli pakaian yang sangat mahal karena kita mampu membelinya. Ini kembali
kepada selera dan sebuah kebanggaan pribadi masing- masing. Sebagai contoh ada dua macam pribadi yang bisa kita ambil
dari sifat mereka. Yang satu sangat menyukai hal- hal yang mewah, glamour,
branded, harus beda dari yang mereka beli. Kemudian yang satunya menyukai hal- hal yang
biasa saja, sederhana dan semua orang mampu memilikinya biarpun kadang unik. Dari kedua kepribadian
itu manakan kita yang sebenarnya. Kadang kita melihat seorang juragan pengusaha
kesehariannya tidak terlihat seperti reputasi dan sebutannya. Kendaraan memang yang model mahal sih tapi
sedikit lawas beberapa tahun kebelakang. Dia pikir kendaraan selama dirawat dengan baik dan masih bisa jalan
kenapa harus ganti yang baru toh ada masa baktinya ini kendaraan. Dia berpikir mengganti mobil ini akan menjadi biaya lagi dan
tidak penting menurutnya. Ketika mobilnya mengisi bensin dia akan berpikir sebegitu
besarnya uang dia keluarkan untuk bensin dan begitulah juga dia ber bisnis menghasilkan kembali uangnya secara besar (Makanya ada sistem pengelolaan uang namanya "Cash Back"). Kerena semua itu
ada dua macam pilihan yang mahal dan dan yang murah. Padahal dua- duanya sama
mungkin cara penyajian dan brand-nya saja yang berbeda. Anda mampu membelinya kenapa tidak tetapi sekaligus anda bisa membuatnya menjadi sederhana dan bernilai. Karena ketika kita mempunyai pendapatan besar maka kita akan berpikir saya harus dan bisa membeli itu. Disinilah emosi turut campur. Seperti cerita seorang yang ingin membeli sebuah kendaraan, karena merasa uang sudah ditangan lalu disinilah emosi berbicara. Begitu melihat langsung jatuh cinta bagai melihat istrinya dulu dan membelinya. Padahal kalau kita bisa bersabar sedikit saja dan berpikir pintar maka dan pertimbangan rasio dipakai dengan cara mengetahuinya dari mulut ke mulut, forum, iklan di media, internet dan pastikan semuanya sesuai apa yang akan kita keluarkan, pastinya kendaraan yang kita miliki akan menjadi lebih baik dan tidak menyesal dikemudian hari.
Pertanyaannya “apa yang
kamu inginkan dan apakah akan menjadi investasi atau hanya akan jadi barang
rongsokan?”Makanya ada barang di pasaran yang di sebut “aspal”; Asli tapi
Palsu. Bagi kebanyakan kaum pria memang hal- hal tersebut tidaklah terlalu
penting, nah buat kamu hawa mungkin ini sangat penting. Oleh sebab itu punyalah
sesuatu itu yang “valuable” agar uang yang kita keluarkan berharga dikemudian
hari. Jangan menjadikan “expandable” atau “non profitable” kecuali anda memilih
opsi kedua tadi.
Apakah sebetulnya kita bisa
membalikan keadaan tersebut? Misalnya pendapatan kita yang lebih dari cukup itu
kita keluarkan seperti kita saat berpendapatan rata- rata. Yang artinya menurut
tabel kita cukup dan bahkan masih ada sisa untuk menabung,
bisa berzakat yang sungguh terasa nikmat.
Buatlah daftar dan mulai
eliminasi hal- hal yang tidak seharusnya di beli dan di lakukan pilihlah opsi "pertimbangan harga". Berarti
mengencangkan ikat pinggang dong? Boleh dibilang demikian tetapi tidak
mengekang diri kita. Pengaturan pola inilah yang selain membuat kita tidak
terjerat utang piutang, merasa hidup nyaman, lebih fokus pada suatu hal yang
lebih penting. Memang dibutuhkan sebuah perjuangan step by step karena kita
tidak hidup sendiri, kita ada keluarga yang harus belajar untuk memahami pola
hidup semacam ini dan intinya bukan berarti hidup berkekurangan hanya saja
dibuat “SIMPLE”. Karena ketika kita mempunyai pendapatan yang sederhana maka
kita bisa mengelolanya secara sederhana bukan? dan kita tahu harus apa yang kita beli
dan lakukan. Nah kenapa tidak berpikir seperti itu?
No comments:
Post a Comment